Kamis, 30 April 2015

Padi Hibrida dan Kelemahan dan Kelebihannya

http://images.harianjogja.com/2012/12/gabah-anatara.jpg
Kalau kita berbicara tentang padi hibrida,
tentu dalam fikiran kita akan terlintas
tentang kehebatan produk-produk
pertanian yang berlabel hibrida yang lain.
Seperti jagung hibrida, cabai hibrida,
tomat hibrida, melon hibrida dan lain
sebagainya. Namun sayang cerita padi
hibrida tak seindah komoditi pertanian
hibrida yang lain.
Beberapa varietas padi hibrida telah
diluncurkan di Indonedia diantaranya
Arize dari PT Bayer, Intani 1 dan 2 dari PT
Tanindo, PP1, H1 dari PT Pioneer dan
Bernas prima dari PT Sumber Alam
Sutera. Sudah bertahun-tahun petani kita
menguji keberadaan padi hibrida dengan
segudang harapan untuk dapat
mendongkrak produksinya. Baik petani
membeli sendiri dari kios pertanian,
petani diberi sample oleh produsen padi
hibrida tersebut dan petani mendapatkan
bantuan-bantuan dari pemerintah melalui
program SLPTT maupun program yang
lain. Sebenarnya petani sangat antusias
ketika mendengar pertama kali tentang
kehebatan padi hibrida yang notabene
bisa berproduksi hingga 12 ton per
hektar. Petani mana yang tidak tergiur jika
produksinya akan mencapai 12 ton per
hektar?
Dan kini setelah beribu-ribu petani kita
menanam padi hibrida bahkan bukan
hanya sekali tetapi berkali-kali mereka
seakan jera dan trauma. Dari berbagai
macam jenis padi hibrida yang telah
mereka coba ternyata belum
mendapatkan hadil yang maksimal.
Sebenarnya ada apa dengan padi hibrida?
Memang benar padi hibrida mempunyai
kelebihan berpotensi produksi sangat
tinggi dan mempunyai kualitas beras yang
pulen dan wangi. Tetapi apakah akan
mampu berproduksi tinggi jika memiliki
bermacam-macam kelemahan seperti
dibawah ini ?
1. Walaupun tertulis dikemasannya
tahan berbagai macam penyakit
ternyata dilapangan tidaklah
demikian. Sebagai bukti banyak
padi hibrida yang ditanam petani
terserang hawar daun bakteri
(kresek), hawar pelepah dan
blast.
2. Padi hibrida terbukti sangat
rawan terhadap serangan hama
wereng, sundep/ beluk dan ulat.
3. Padi hibrida membutuhkan
pemupukan yang lebih banyak
jika dibanding dengan varietas
unggul lokal sehingga akan
menambah biaya produksi bagi
petani.
4. Walaupun mempunyai bulir malai
yang banyak (hingga 400) tetapi
seringkali bulir tersebut tidak
terisi semua. Kadangkala
pengisian bulir padinya juga tidak
bisa penuh.
5. Padi hibrida kurang memiliki
adaptasi lingkungan yang tinggi,
sehingga hanya spot-spot lokasi
tertentu yang cocok untuk
penanaman padi hibrida.
6. Walaupun variets tertentu tertulis
tahan kering dan cocok untuk
gogorancah tetapi kehebatanya
tidak pernah lebih dari varietas
situbagendit dan IR 64.
7. Mempunyai bentuk tanaman yang
tinggi dan besar sehingga akan
mempersulit petani dalam
perawatannya.
8. Benih padi hibrida tidak bisa
ditanam kembali oleh petani. Hal
tersebut akan menjadikan
monopoli pasar bagi produsen
benih tersebut.
9. Harga benih padi hibrida jauh
lebih mahal (Sekitar Rp.45.000/
kg) jika dibanding dengan variatas
unggul lokal yang hanya sekitar
Rp.5000/ kg. Ini akan
membengkakkan pengeluaran
petani.
10. Memerlukan perawatan dan
perhatian yang lebih hati-hati,
sehingga akan menambah
pengeluaran tenaga dan biaya
bagi petani.
Dari kelemahan-kelemahan padi hibrida
tersebut kita dapat mempertimbangkan
bagi pemerintah dan dinas pertanian
dalam hal pemberian bantuan benih bagi
petani dan untuk kebijakan program-
program yang lain. Petani kita belum bisa
menerima teknologi yang rumit-rumit dan
ribet-ribet karena mengingat SDM petani
kita belum tergantikan dengan generasi
muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar